31 Jan 2022
David LindunganKemajuan era teknologi terkini memungkinkan munculnya blockchain, yaitu teknologi berbasis kriptografi yang dikembangkan untuk penyimpanan data digital. Dengan biaya pemeliharaan yang relatif rendah, peningkatan transparansi, pengurangan beban administrasi, dan ketahanan terhadap penipuan, blockchain adalah teknologi serbaguna yang digunakan di banyak sektor dan bisnis.
Namun, dapatkah teknologi ini memiliki aplikasi untuk mengelola hak kekayaan intelektual (IP) seperti paten, hak cipta, merek dagang, dan desain industri? Blockchain adalah sistem yang membuat suatu database yang dapat merekam dan melacak transaksi dan aset. Secara teori, blockchain dapat digunakan untuk membuat dan memelihara database dengan sistem desentralisasi. Artinya, satu individu tidak dapat mengatur arus pasar blockchain.
Sebaliknya, blockchain dapat diatur secara luas oleh publik atau komunitas, tergantung pada izin yang diberikan. Rantai diperbarui dengan setiap transaksi sehingga pengguna dapat melihat aktivitas kronologis untuk blockchain tertentu. Setelah ada sesuatu aktivitas di database, aktivitas tersebut tidak dapat dihapus. Blockchain dapat digunakan untuk membuat katalog dan menyimpan karya. Hal ini untuk mengatasi terbatasnya sarana memadai bagi para seniman atau pemilik karya untuk membuat katalog dan melindungi karya mereka secara konvensional.
Namun, kegiatan tersebut memiliki konsekuensi. Proses pembuatan katalog melalui blockchain ini membuat kepemilikan hak cipta sulit dibuktikan. Bahkan, juga sulit bagi pemilik karya untuk melihat siapa yang menggunakan karya mereka dan juga sulit bagi pihak ketiga untuk mengetahui dari siapa harus mencari lisensi.
Masalah utama lainnya dengan manajemen hak cipta adalah menelusuri rantai kepemilikan yang lengkap. Seringkali sulit untuk membedakan antara musisi mana yang mendapatkan inspirasi dari karya musisi lain dan mencurinya. Kasus hak cipta yang terkenal dalam sejarah musik menunjukkan bahwa menentukan pencipta dan kepemilikan hak cipta sering kali merupakan “hal yang mustahil”.
Sebenarnya, blockchain dapat mengatasi ketidaksempurnaan sistem ini. Misalnya, platform berbasis blockchain seperti Binded memungkinkan pemilik karya untuk mencatat kepemilikan hak cipta, yang kemudian dapat digunakan untuk melihat di mana dan bagaimana karya tersebut digunakan di internet dan untuk mencari lisensi bagi pihak ketiga.
Pendaftaran hak cipta atau lebih tepatnya disebut pencatatan hak cipta ini dapat membantu pemilik karya untuk melacak penggunaan karyanya dari berbagai sumber secara bersamaan untuk memastikan siapa yang menggunakan karya mereka. Hal ini memungkinkan pemilik IP untuk mengidentifikasi dan menghentikan pelanggaran dan mempermudah melisensikan karya IP mereka. Selain itu, pihak ketiga juga bisa membantu melaporkan pelanggaran yang ditemukan.
Jenis sistem deteksi berbasis blockchain ini sendiri dapat diterapkan pada teks, seni, musik, dan karya lainnya dengan bantuan kecerdasan buatan.
NFT adalah metadata yang menyertakan tautan—biasanya URL—ke konten digital yang tersedia di tempat lain secara online. Setiap token tidak dapat dipertukarkan dan ‘unik’ dalam arti bahwa jika NFT membuat tautan ke suatu item, spesifikasinya biasanya juga disertakan dalam metadata.
Metadata dikodekan pada blockchain (kebanyakan Ethereum, dengan standar token ERC721). Proses ini disebut sebagai minting. Siapa pun yang aktif di blockchain dapat mencetak NFT apa pun yang ditampilkan dalam format digital. NFT bisa berupa versi digital dari karya seni, foto, video atau file musik, tweet, nama domain, hingga sebidang tanah digital.
Sebagian besar NFT ditujukan untuk tujuan komersil. Penjualan semacam itu disertai dengan ‘kontrak pintar’: sepotong kode perangkat lunak yang dicatat di blockchain dan yang menunjukkan transfer kepemilikan, serta kondisi karya yang dibeli.
Penentuan atas harga dari NFT terkait dengan harga token serta keunikan karyanya. Kelangkaan suatu NFT dapat memengaruhi harganya.
NFT tidak memberikan pemiliknya hak kepemilikan apa pun atas item dasar yang ditautkannya, atau salinan digital lainnya dengan metadata unik dari item yang sama, kecuali jika kontrak pintar menyatakan sebaliknya.
Hal ini menunjukkan celah dalam sistem keamanan buatan oleh NFT: penerbit token dapat dengan mudah menautkan item yang sama ke NFT lain—dan terlebih lagi memiliki insentif komersial untuk melakukannya pasca-penjualan. Pemilik NFT tidak dapat menuntut hak apa pun secara pribadi terhadap pemilik barang tersebut.